ReferensiBisnis.online: about music | Info Seputar Bisnis Terbaru
Tampilkan postingan dengan label about music. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label about music. Tampilkan semua postingan

2 Mar 2011

0

Foto Justin Bieber Ngamen di Pinggir Jalan Saat Usia 13 Tahun

Siapa yang tak kenal Justin Bieber sekarang, tapi di tahun 2007 ia hanya penyanyi amatir yang tak dikenal.


Pada sebuah foto yang dikatakan diambil Agustus 2007 yang dimuat UsWeekly, memperlihatkan Bieber saat belum tenar, di usia 13 tahun, memainkan gitar dan menyanyi sambil menunggu recehan dari orang-orang lewat di depan Avon Theathre di kampung halamannya, Stratford, Ontario, Kanada.
Foto ini diambil fotografer I. Shutter yang mengatakan pada UsWeekly memotretnya pada “20 Agustus 2007 jam 9 pagi” saat ia melihat “anak manis” main gitar sementara orang-orang melempar uang ke tas gitar di depannya.
Tapi, keasyikkan Bieber mengamen hari itu tak lama. “Manajer bioskop mengusirnya bahkan mengejar bocah itu,” cerita Shuter.
Bieber pernah mengatakan dari ngamen di depan bioskop itu ia bisa mengumpulkan AS$ 3 ribu. Sebuah videonya You Tube lalu mengantarnya jadi terkenal.
sumber

23 Sep 2010

1

Hip Hop Muslim dari AS Mulai Tur di Jakarta

Jakarta - Kelompok Remarkable Current asal Amerika Serikat yang beraliran hip hop ditunjuk sebagai duta musik Muslim Amerika Serikat melalui program "Performance Art Initiative" yang diadakan Selasa (21/9/2010) di Jakarta.
Duta Besar AS untuk Indonesia Scot Marciel sempat memberikan sambutan kepada para tamu undangan sekaligus membuka acara konser mini di halaman rumahnya dan ikut menikmati musik hingga terbawa suasana meriah yang berlangsung malam itu.
Acara dimulai dengan pertunjukan musik oleh Remarkable Current dan dihadiri beberapa perwakilan dari kalangan Muslim Indonesia, peserta yang diundang melalui situs Facebook, serta sejumlah artis yang dianggap mewakili suara kaum muda.
"Kami mengundang perwakilan-perwakilan kelompok Islam Indonesia dan anak-anak muda karena memang acaranya lebih cocok untuk anak muda," kata seorang pejabat kultural senior Kedubes AS.
Kelompok yang beranggotakan dua penyanyi rap hip hop, Tyson dan Kumasi, seorang DJ Arnas Canon, dan drummer Erik Rico itu akan melangsungkan tur di kota-kota besar di Indonesia atas undangan Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Dengan inspirasi dari program Departemen Luar Negeri AS untuk mengirim utusan musik dengan diplomasi jazz melalui diplomasi kebudayaannya, Remarkable Current membawa lirik-lirik hip hop yang penuh arti dan makna.
Mereka bertujuan menyuarakan kepada komunitas global bahwa Amerika dan Islam bukan sesuatu yang eksklusif dan turut berperan serta membantu tanggung jawab Presiden Amerika dalam menghilangkan sterotipe negatif tentang Islam di mana pun berada, seperti ditulis rilis Kedubes Amerika.
Seperti halnya Dizzy Gillespie dan Louis Amstrong yang menjadi Duta Jazz pada abad ke-20, Remarkable Current menjadi Duta Hip Hop abad ke-21 dengan misi membangun pemahaman dan kepedulian akan keragaman Amerika melalui musik yang juga bersahabat dengan anak muda masa kini.
Keberadaan Duta Hip Hop Muslim Amerika ini dipandang sangat penting dalam membantu proses hubungan dengan negara-negara mayoritas Muslim di tengah "era baru" Amerika Serikat dalam hubungan internasionalnya, seperti ditulis dalam rilis media dari pihak Kedubes.
Perjalanan Remarkable Current dimulai pada tahun 2001 ketika sekelompok pertemanan di lingkungan tempat tinggal tumbuh menyatukan tujuan untuk secara kreatif membentuk identitas kaum Muslim Amerika dan berbagi dengan masyarakat dunia.
Remarkable Current yang didirikan dan dipimpin Anas Canon telah melakukan tur ke seluruh penjuru dunia, mulai dari Amerika, Eropa, Afrika, hingga Timur Tengah.
Canon, yang belum lama ini masuk ke dalam edisi pertama 500 Muslim paling berpengaruh dalam sebuah publikasi The Prince Alwaleed bin Talaal Center for Muslim-Christian Understanding dari Georgetown University, telah bekerja sama dengan ratusan artis berbakat dan merilis lebih dari sepuluh album.
Gaya musik Remarkable Current mencerminkan latar belakang artis yang sangat beragam, tetapi fokus musiknya adalah perkotaan yang dipengaruhi aliran rock, jazz, dan musik tradisional di dunia.
Kelompok pemusik ini dijadwalkan akan melakukan serangkaian konsernya di Jakarta (22-24 September), Padang (25-26 September), Medan (26-28 September), dan Surabaya (29-30 September).
Penampilan mereka di Surabaya akan menjadi lebih menarik karena direncanakan kelompok hip hop tersebut akan berkolaborasi dengan salah satu kelompok pengusung aliran hip hop Tanah Air, Saykoji.
Remarkable Current juga terpesona dengan keramahan warga Indonesia yang menyambut kedatangan mereka dan merasa banyak kesamaan antara Muslim Indonesia dan Amerika.
"Kami ada di sini karena undangan Kedubes Amerika dan bermaksud menyampaikan pesan bahwa Islam diterima secara luas di Amerika walaupun masih sedikit warga di sana yang tahu tentang Islam secara komprehensif," demikian dikatakan Arnas.
kompas.com
www.thejeo.blogspot.com

21 Sep 2010

0

Endah N Rhesa Menggarap Afrika dan Karibia

JAKARTA,Duo musik yang terdiri dari istri dan suami Endah N Rhesa telah siap untuk segera meluncurkan album kedua mereka, Look What We've Found. Endah menjanjikan, dalam album kedua itu mereka akan menyajikan lagu-lagu dengan musik bernuansa Afrika dan Karibia.

"Album kedua ini terinspirasi dari daerah pantai dan hutan dan lagu-lagunya bernuansa Afrika dan Karibia,"  terang Endah.

"Tuimbe", single pertama dari album tersebut, direncanakan akan keluar bersamaan dengan rilis album kedua mereka pada 26 September 2010. "(Klip video) single pertama sudah jadi, tinggal disebar aja. Tapi, nanti kita baru lihat kalau CD-nya juga sudah dirilis," sambung Endah.

Diakui oleh Rhesa, dalam album kedua itu mereka masih akan menyuguhkan lagu-lagu berbahasa Inggris. "Bukannya enggak cinta Indonesia, tapi kami memang sudah mengonsep dari awal, tiga album pertama kami merupakan trilogi. Tapi, sekarang kami lagi garap musik untuk film yang disutradarai oleh Eugene Panji dan itu semua berbahasa Indonesia kok," jelasnya.

Endah N Rhesa juga mengatakan bahwa konsep Afrika dan Karibia untuk album tersebut berasal dari pemikiran mereka berdua. Mereka kerap mendengarkan musik-musik yang bernuansa Afrika, seperti musik milik Richard Bona, ketika mengerjakan album itu.
KOMPAS.com
www.thejeo.blogspot.com

16 Sep 2010

2

Susahnya Jadi Musisi Independen di Indonesia

Semua juga tau kalo jadi musisi independen susah banget. Tapi sebenarnya kenapa sih susah??? Berbeda dengan di luar negeri orang bisa-bisa aja sukses jadi musisi independen? Kenapa di sini ngga bisa?
Mungkin bisa, tapi tingkat kesuksesannya yang berbeza hehe…. Tulisan ini sebenernya tidak akan memberikan solusi apapun sih, tapi coba merangkum apa masalah yang sebenernya terjadi, dan hopefully, suatu hari ada yang bisa memberikan solusinya.
Pertama, kenapa sih mesti Independen? Masalah utamanya adalah karena sebenernya terlalu banyak yang mau jadi musisi, dan ngga semuanya bisa disign di label besar. Masalah keduanya adalah masalah idealisme. Seperti yang kita ketahui, dunia musik mainstream Indonesia sekarang itu super monoton.
Di musik, semua band(atau penyanyi solo) CUMA nyanyiin lagu yang isinya cinta-cintaan melulu. Nadanya mendayu-dayu, udah pengen mati. Temanya kalo ga tuh cewe bikin tergila-gila, patah hati, atau apalah. Iya kan? Padahal kan sebenernya dunia musik ini luas sekali. Banyak banget yang bisa dieksplorasi di sini. Maka muncullah seniman-seniman yang ingin mengusung aliran berbeda. Di musik ada band-band semacam White Shoes and The Couples Company, Efek Rumah Kaca, santamonika, Ballads of the Cliche, Endah n Rhesa.
Nah, kenapa seniman-seniman ini ngga bisa muncul ke permukaan? Ya tentu karena ngga ada major label yang mendukung mereka dong. Semua ini tentang uang gitu. Cuma ‘pemain-pemain’ besar yang bisa mendukung untuk melakukan promosi yang sinting. Tapi kemudian band band seperti White Shoes dan Efek Rumah Kaca membuktikan bahwa mereka punya penggemar. Bahkan musik White Shoes bisa diterima di amerika. Tapi kenapa tetep independen?
Kemungkinan para produser adalah sumber utamanya. Para produser ini sudah punya pakem tersendiri untuk membuat sebuah band yang sukses. Jadi intinya, kalo mereka liat band baru, yang mereka liat bukan ‘wah, ni band keren. harus lebih banyak yang tau’, melainkan ‘wah, potensial jadi sumber duit baru ni’ hehe….
Apakah pikiran kayak gitu salah? Ya ngga sih. secara harus hidup gitu loh, gimana juga. Tapi hal semacam ini sangat merugikan bagi band-band yang punya idealisme. Antara musik mereka dianggap tidak menjual, atau musik mereka bisa menjual ASALKAN mereka mau musiknya diutak atik. Nah, masalah diutak atik ini berat. Seorang seniman kan bikin karya ada alesannya. Ada sesuatu yang personal di sana. Gimana rasanya kalo tiba-tiba seorang produser tiba-tiba dateng dan bilang “gw ga suka liriknya kayak gitu. ngga ngejual. ganti lah”.
Blum lagi masalah kebebasan berekspresi. Kemarin gua baru baca tulisan(omelan sih tepatnya) Mbak Endah Widiastuti di Facebook. Intinya ada seorang produser liat mereka main trus mereka minta Endah n Rhesa bawain lagu sendiri. Maka mereka bawakan lah lagu Living with Pirates. Trus si produser ini nanya “lagu sendirinya mana?”, mereka bilang “ini lagu kita sendiri”. Si produser ngomong lagi “lagu Indonesianya mana?”, mereka jawab “wah, untuk album ini kita ga bikin lagu bahasa indonesia”, lalu si produser bilang, “Oh ya? kalo gitu jualan aja di New York!”.
Hmm…pertama-tama ya pak (saya asumsikan saja si produser ini lelaki), kenapa harus di New York? kalo Endah n Rhesa mau jualan di Los Angeles boleh ngga? Atau di Minnesotta gitu? atau mungkin di London? atau di Fiji mungkin? Aah…ini adalah salah satu komentar paling idiotik yang pernah gua denger dari seorang produser.
Apa hubungannya bahasa yang dipakai dengan harus jualan dimana? Kalo gua bikin lagu bahasa Kituba apakah berarti gua cuma boleh jualan di Congo? Kalo gitu, harusnya Pak Gesang ngga boleh jualan Bengawan Solo di luar dong? Tapi buktinya? Bengawan Solo populer bgt di Jepang. See, di musik, bahasa itu bukan penghalang. Ngga penting sama sekali bahasa yang mereka pake apa. Bahasa itu cuma salah satu bentuk art mereka, suatu media yang mereka rasa cocok untuk menyampaikan apa yang mau mereka sampaikan. Masalahnya, ada hal-hal yang memang lebih bagus disampaikan dalam bahasa tertentu. Andaikata Endah n Rhesa bisa bahasa Hindustani dan mereka ngerasa ada yg indah mereka sampaikan dengan bahasa tersebut, gua yakin mereka akan pake bahasa Hindustani.
Blum lagi masalah “pembajakan”. Yah, dari hasil ngobrol-ngobrol gua dengan seorang praktisi musik, ternyata pembajakan itu legal lho. Yap, kalo elo diproduseri oleh produser musik major, elo harus rela musik lo “dibajak”. Pembajakan ini yang sebenernya bikin para musisi dan produser itu kaya. Dalam beberapa hari aja udah bisa balik modal. Makanya terkadang elo akan denger sebuah interview di radio, dimana ada artis baru bikin album, trus dia dengan santainya bilang “..iya, bajakannya juga udah ada. kualitasnya bagus juga.” yah, itu karena dia menerima dengan sukarela hati musiknya dibajak. kok bisa sukarela hati? Kan hidupnya dijamin. Jadi yah peduli setan toh? Tapi beda dengan para musisi Indie ini. Musisi indie ini malah dengan sukarela meletakkan musik mereka di internet. Lho? dibajak sendiri dong? Ngga lah. Kalo menurut gua sih itu namanya preview. Dan ngga ada tuh namanya jadi CD bajakan trus keuntungannya buat para mafia musik.
Nah, hal-hal kayak gini sebenernya yang menghalangi para musisi independen kita untuk mencapai sukses yang lebih besar. Ngga ada support yang maksimal. Tapi sebenernya, kalo bicara tentang sukses, kita juga harus liat tujuan awal si musisi. Kalo dilihat dari idealismenya, gua rasa White Shoes sudah cukup sukses. Mereka bahkan sempet main di Amerika, di acara Amerika betulan, dan mereka dapat sambutan yang luar biasa. Bahkan dapet gelar best dress dari Vanity Fair (kalo ga salah). Band-band major indo? Yah..Dewa gitu pernah sih main di Amerika. TAPI…di depan orang-orang Indonesia. Jadi intinya sama aja kayak mereka main di Indonesia, bedanya ini di Amerika gitu. Jadi lebih besar mana achievementnya? Menurut gua sih lebih besar achievementnya White Shoes.
Tapi yah, jika kita melihat lagi hidup para musisi independen ini, kasian juga. Mereka punya musik yang bagus, dipuji di dalam dan luar negeri, tapi mereka blum bisa menyokong hidup mereka dari musik. Sebagian besar musisi ini punya kerjaan tetap. Kalo beruntung, kerjaan tetap mereka masih berhubungan dengan main musik (seperti halnya Endah n Rhesa yang tiap Rabu main jadi home band di Loca, Kemang). Tapi ada musisi2 lain yang harus menjalani 2 pekerjaan sekaligus. Padahal seharusnya mereka layak dapat penghargaan lebih untuk musik mereka. Sementara itu musisi major menikmati hidup mereka total dari musik. Band kayak Changcutters per personelnya bisa dapet 3 juta sekali manggung. Ngga gede-gede amat kan? Tapi mereka manggung 25 kali sebulan.
Jadi…apakah ini berarti musisi major itu salah? Ngga sih. Lagi-lagi, orang harus hidup gitu. Jadi yah, gimana pun caranya, asal ada jalan, mereka pasti akan jalanin. Tapi buat gw sih rasanya ngenes aja. Dimana sebenernya ada musisi-musisi yang bisa menjadi angin segar bagi blantika musik Indonesia, tapi lagi-lagi yang muncul ke permukaan hanyalah kopian dari band-band yang sudah ada dari dulu. Seperti kata Efek Rumah Kaca, “Lagu cinta melulu…kita memang benar-benar melayu…yu..yu…” [ sumber : jerryhadiprojo.wordpress.com ]
www.thejeo.blogspot.com



0

Menyikapi Download Mp3 Gratis di Internet


Industri musik indonesia saat ini bisa dibilang mengalami perkembangan yang bagus.
Sekarang, terbukti musik anak negeri sendiri lebih disukai daripada musik manca negara, ini juga ditandai dengan banyaknya band-band pendatang baru yang cukup memberikan alternatif nuansa musik yang heterogen dan juga perkembangan musik indie yang makin menjamur dengan kualitas yang bagus.
Terlepas dari berita perkembangan industri musik indonesia yang bagus diatas, namun apresiasi terhadap karya seni musik masih kurang baik dari pihak pemerintah, praktisi industri musik dan juga masyarakat.
Arus tekhnologi yang bergerak sangat cepat. Memungkinkan dan memudahkan transfer data antar file tanpa mengindahkan adanya larangan hak cipta dapat dengan mudah dilakukan dengan media-media seperti bluetooth, kabel data, dsb. Begitupun dengan download mp3 gratis, dapat dilakukan dari situs-situs yang menyediakan layanan untuk mendownload lagu mp3 secara gratis. Belum lagi CD bajakan dan MP3 secara bebas terjual di beberapa tempat.
Bayangkan saja, Suatu band yang baru launching albumnya 2-3 hari yang lalu, hari ini sudah bisa didapatkan mp3-nya satu album penuh.  Memang sudah menjadi sifat alamai manusia, selama ada sesuatu yang bisa didapatkan secara gratis, ngapain harus beli?
Lalu apakah artis atau band yang mempunyai hak cipta atas lagu-lagunya yang di download tersebut mendapatkan royalti dari situs-situs tersebut ? Bagaimana kita harus menyikapi tentang hal ini?
http://simphonymusic.com/opini/menyikapi-download-mp3-gratis-di-internet/
www.thejeo.blogspot.com

0

“Parade Lip Sync” di Acara Musik Live Televisi


Telinga dan mata sebagai penikmat musik, hampir setiap hari selalu dimanjakan dengan kehadiran acara-acara musik live di televisi (indonesia) yang menampilkan penyanyi/band. Dengan semakin banyaknya acara sejenis ini di tv, tentu semakin memberikan banyak “Job” untuk manggung. untuk artis/band baru, ini adalah peluang untuk lebih memperkenalkan diri mereka kepada masyarakat pecinta musik secara lebih luas. karena pengaruh dari tayangan televisi sangat besar untuk mendongkrak popularitas dan untuk penyanyi/band yang sudah lebih dulu eksis, akan semakin menunjukan eksistensi mereka.
Tetapi, dengan kehadiran acara-acara dengan berbagai judul musik, live di televisi itu tidak selamanya memberikan dampak positif. Selalu saja ada hal yang perlu dikorbankan demi sebuah tujuan yang bernama komersialisme.
Mungkin loe pun setuju jika kebanyakan dan hampir semua penyanyi/band yang tampil di setiap acara tersebut hanya sekedar Lip Sync. ya… lip sync. bernyanyi hanya sekedar pura-pura dengan hanya menirukan gerakan bernyanyi/main musik dari rekaman lagu mereka sendiri. Meskipun judulnya acara musik live, tapi musik yang mereka mainkan tak lebih dari acara karaoke-an.
Sebuah ironi dari gegap gempitanya industri musik indonesia yang saat ini begitu bergairah.
Ada apa dan mengapa mau melakukan itu? Apakah karena penyanyi/band sendiri yang merasa tidak perlu memberikan penampilan secara total (live) untuk acara sejenis itu, karena mereka biasanya hanya tampil membawakan 1-2 lagu saja, jadi tak perlu repot untuk persiapan tampil live? atau…. mungkin mereka tidak percaya diri karena skillnya yang biasa saja?….hehehe atau karena kewenangan dari yang punya acara (TV people) yang mengharuskan penyanyi/band untuk tampil secara lip sync, agar meminimalkan biaya produksi sebuah acara live yang memang butuh modal tak sedikit?
Mereka tak ubahnya seperti “Parade Lip Sync“. Namun imbasnya sangat besar. kekaguman pecinta musik terhadap idolanya yang melakukan lip sync menjadi terkikis.
Berani tampil live performance meskipun hanya format acoustic live (tidak full music). Sebenarnya menunjukan totalitas musik band itu sendiri dan tentunya layak mendapat apresiasi yang harus dihargai dan itulah hiburan sesungguhnya yang di inginkan oleh pecinta musik. Tidak dengan selalu tampil lip sync setiap acara-acara musik di televisi. Bahkan kadang terkesan lebih menonjolkan image lucu, dengan mengorbankan sisi musikalitas yang sebenarnya bagus.
Penampilan live bisa sempurna karena ada chemistry antara penyanyi/band dengan  penontonnya. ada vibe yang tidak bisa dirasakan jika hanya mendengar lagu dari  kaset (versi rekaman). [sumber : nanang-harmonicnoise.wordpress.com]
www.thejeo.blogspot.com

1

Neuronal Music

This page provides audio files where neuronal activity is "visualized" by creating music. The music is created from neuronal spikes recorded extracellularly in parietal cortex of awake and naturally-sleeping cats (taken from Destexhe et al., J Neurosci, 1999). 8 multiunit recordings were obtained with a system of 8 pairs of tungsten microelectrodes. Spikes were extracted using the BrainWave software. They were converted to MIDI, by associating each neuron to a given tone, and triggering the tone whennever this neuron fired. The MIDI files were then converted to MP3 using freeware programs. The music scores were generated by importing the MIDI files into the "Guitar Pro 5" program.
The "melody" produced by neuronal spikes gives an idea about the distributed firing activity of those neurons. MP3 files were generated for 4 cases: when the animal was awake (Wake-Neurons), during slow-wave sleep ("Sleeping-Neurons") or during REM sleep (REM-Neurons), where most dreams occur. The file "Poisson-Wake" is a randomly-generated stream of notes with the same statistics as for "Wake". Interestingly, the firing of one isolated neuron during wakefulness is undistinguishable from that of random (Poisson) activity (compare the audio file generated by one neuron during Wakefulness with that generated by a Poisson spike train with same statistics). However, the distributed activity (ie, the "melody") of several neurons is clearly different (listen to the difference between Wake Neurons with its Poisson equivalent, Poisson Wake - see below). This suggests that what makes our brains non-random is not in the firing pattern of individual cells, but it lies in the respective timing of the firing activity of different neurons...
The different audio files available are:
(in all audio files, the time base is four times slower than real time; all recordings are from the same experiment)
These files (and more files at different audio formats) are also available at the Internet Archive, under a page called Neuronal Tones.
Just for fun, see also the music scores for Wake Neurons, Poisson Wake, Sleeping Neurons, REM Neurons.
In the cases shown here, the simplest translation from spikes to music was used, namely each neuron produces its own note, at the moment it fires. It is possible to use more sophisticate ways of translating spikes to music, such as for example using more complex rules of harmonics and associate predefined phrases or chords with given patterns of neuronal activity. Work in this direction is currently under way.
http://cns.iaf.cnrs-gif.fr/alain_music.html
www.thejeo.blogspot.com

Baja Ringan Semarang